Oleh Hali
Kisruh politik terjadi di Bolivia. Presiden yang baru terpilih untuk kesekian kali mengundurkan diri. Kongres belum mencapai kuorum untuk menentukan penggantinya.
Terjadilah kekosongan jabatan presiden. Sesuai konstitusi di negara Amerika Latin itu, ketua DPR merangkap jabatan presiden. Orang itu bernama Jeanine Anex.
Beliau menjadi wanita pertama yang menduduki jabatan puncak di Bolivia. Sungguh suatu pengalaman baru bagi politik di sana.
Satu demi satu wanita menjabat sebagai presiden. Semakin banyak negara di dunia memiliki pengalaman tersebut. kepemimpinan wanita sebagai presiden satu per satu diuji.
Indonesia sudah pernah punya pengalaman serupa. NKRI pernah mempunyai presiden wanita. Anda masih ingat? Megawati Soekarnoputri. Lumayanlah, walaupun hanya setengah periode. Pengalaman ini menjadi salah satu kebanggaan NKRI.
Bagaimana Indonesia ke depan? Akankah memberi kesempatan bagi wanita untuk menjabat sebagai presiden? Entahlah, kita tunggu sajalah dengan sabar. Waktu akan menjawab pertanyaan tersebut.
Dunia mencatat dua nama besar sebagai presiden wanita. Kesohor pertama dipegang oleh Inggris. Negera ini pernah mempunyai seorang Margaret Thatcher. Beliau dijuluki Wanita Besi. Julukan yang luar biara bukan? Kesohor kedua diduduki oleh Jerman. Negara ini mempunyai seorang Angela Dorothea Merkel. Beliau menduduki posisi sebagai Kanselir. Yang penting lagi, tak hanya satu periode.
Apa pentingnya wanita menjabat sebagai presiden? Sebagian orang langsung senang dengan pembuktian kesetaraan gender. Iya, salah satunya terbukti melalui jabatan presiden yang dipegang oleh wanita. Apakah lantas persoalan selesai di sana?
Bagaimana dengan jabatan presiden itu sendiri? Entahkah pria, ataupun wanita, menjabat sebagai presiden, ketua DPR/MPR, menjadi kanselir, juga menjabat perdana menteri, rakyat akan menilai jalannya pemerintahan mereka. Inilah persoalan yang penting bagi sebuah negara.
Dua sosok yang kita sebut di atas memang diakui di negara sendiri. Pun dunia tak dapat tidak mengakui keberhasilan keduanya. Bagaimana dengan pemimpin wanita lain? Belum tentu berhasil seperti mereka.
Baik wanita maupun pria memiliki kelebihan dan kekurangan, lagi pula kekuatan dan kelemahan. Gender pasti ada plus dan minus. Gender memang perlu setara namun kedua gender memang ada perbedaan.
Bagaimana mereka menjalankan pemerintahan, inilah yang lebih penting. Bebas KKN, adil dan benar, peduli pada rakyat, cinta pada bangsa dan negara, semua hal ini jauh lebih penting daripada sekedar isu gender.
Tak sedikit pemimpin pria yang gagal. Juga, tak sedikit pemimpin wanita yang gagal. Sebagai presiden, perdana menteri, kandelir atau pun, hendaklah pria dan wanita itu cinta keadilan dan kebenaran, menjauhkan diri dari dan memberantas KKN, mengayomi rakyat, membela kepentingan tanah air! prinsip-prinsip inilah yang harus dikedepankan.