Kategori
Politik

Kisah En Safi (1/3)


Pada tahun 2011-2014, saya menempuh studi doktoral di Nanjing,Tiongkok. Banyak orang asing yang juga sedang studi di sana. Salah seorang di antaranya bernama En Safi.

Dia adalah seorang mahasiswa program sarjana. Artinya, baru selesai dari SMU di negara asalnya lalu berangkat ke Tiongkok untuk kuliah. Berhubung asramanya pada satu bangunan yang sama, maka kami akan bisa ketemu dan berkenalan. Itulah gambaran besar kisah saya bersama En Safi.

Nama anak muda itu En-Safi. Usia sekitar 18 tahun. Badan sehat, cukup kekar dengan tinggi sekitar 170 cm. Saya sendiri tidak pasti apakah pengejaan namanya betul demikian. Sekarang saya sudah tak memiliki kontak lagi dengan En Safi.

En-Safi pernah menuliskan namanya di buku catatan. Biasanya kami saling bertukar nama dan email serta nomor hp pada waktu itu. Sekarang saya belum bisa menemukan buku catatan tersebut. Semoga saja masih saya simpan.

Akhir-akhir ini dunia sedang diramaikan dengan pemberitaan tentang Afganistan. Pandemi Corona tentu masih hangat juga sampai kini. Di tengah siaran perkembangan Afganistan terkini, saya teringat kembali dengan En Safi.

Apa Artinya seorang En Safi? En-Safi adalah seorang permuda yang berasal dari Afganistan. Pertama kali saya berkenalan dengannya, dia baru mulai belajar Mandarin, yakni tahun pertama dia di Nanjing.

Pada saat perkenalan terebut, dia belajar mengeja Afganistan dalam bahasa Mandarin: 阿富汗. Oleh karena saya telah belajar bahasa Mandarin beberapa tahun sebelum studi doktoral tersebut maka penyebutan negara tersebut sudah pernah saya dengar sebelumnya.

Saya bisa langsung mengenali nama negara itu. Teman-teman sesama mahasiswa asing lain yang baru belajar Mandarin satu bulan menemui kesulitan untuk mengenali nama negara ini dalam bahasa China. En-Safi menjelaskan kepada teman-teman dari mancanegara tersebut.

Dengan bahasa Inggris terbatas, En Safi menjelaskan sebisanya tentang nama negaranya. Begitu tahu bahwa yang dimaksud adalah Afganistan maka tampaknya pembicaraan sudah tidak menarik bagi banyak teman-temannya. Satu per satu mereka segera pergi. Tinggallah kami berdua saja.

Saudara-Saudariku sekalian, pembicaraan tentang Afghanistan sama sekali tidak menarik bagi mereka. Itu jelas terlihat dari mahasiswa/i asing yang segera meninggalkan kami berdua. Selain itu, pembicaraan mengenai Afghanistan tampaknya amat teror bagi mereka. Mereka enggan mendengarkan hal-hal mengenai Afghanistan. Mereka pun tak berminat berteman dengan En Safi begitu tahu bahwa dia berasal dari negara yang bernama Afganistan. Itulah kenyataan yang saya rasakan pada waktu.

Saya tidak tahu di mana En-Safi kini berada. ”En Safi, di mana Anda berada?” Apabila dia masih berada di atas dunia ini, saya hendak menyapanya: ”En Safi, Apa kabarmu?” Untuk sementara ini, itu saja dulu tentang En Safi. Masih ada kisah lain mengenai En Safi yang akan kita kenang di lain tulisan. Sekali lagi: ”En Safi, Apa kabarmu?”

2 replies on “Kisah En Safi (1/3)”

Tinggalkan Balasan