Kategori
Potret kehidupan

Sang Bisu Penjual Tahu


Oleh Hali

Penulis lahir dan besar di Jambi. Tatkala SD kelas 4 sampai SMP kelas 1, kami tinggal di dekat taman PKK. Tepatnya di belakang praktek dokter Amas yang lama.

Masa itu setiap pagi, sekitar pukul 08.00 ada yang menjual tahu ke sana. Dia keliling menjajahkan tahu dengan bersepeda dayung pria. Tahu putih dibuatnya sendiri. Dia pula yang menawarkan kepada pembeli. Ibu penulis seringkali membelinya. Sekali beli rata-rata sepuluh biji, satu minggu bisa beli tahu 4 ampai 5 kali.

Mengingat kembali masa itu, ada hal yang indah. Si penjual tahu adalah seorang yang bisu. Betul-betul beliau seorang yang tunarungu. Dia tak bisa berbicara. Beruntung dia masih bisa berteriak dengan keras: “Hehehehehe, hehehehehe, hehehehehe!” Begitu kurang lebih teriakan beliau. Dengan teriakan itu pula beliau berdagang tahunya.

Ada juga keluarga yang susah secara ekonomi. Dia tetap menawarkan tahunya. Beliau tak segan memberikan hutangan. Membeli tahu dengan berhutang. Dia memiliki buku kecil catatan hutang pembeli. Kadang penghutang bisa lupa sehingga terjadi perdebatan. Beliau hanya bisa teriak-teriak kecil sambil memperlihatkan buku catatan hutang.

Dengan cara itulah beliau mencari nafkah. Setiap hari membuat tahu. Setiap hari keliling berdagang tahu. Setiap hari mengayu sepeda. Setiap hari beliau berteriak “Hehehehehe, hehehehehe, hehehehehe!” guna memberitahukan kepada orang-orang bahwa pedagang tahu telah tiba untuk menjajahkan tahu.

Inilah salah satu potret hidup manusia di bawah kolong langit. Tunarungu tak mematahkan semangat untuk mencari nafkah. Halangan bisu tak bisa mematahkan kerja kerasnya untuk tetap berjuang menjalani hidup ini. Hebat! Hebat! Hebat!

Bapak Ibu Saudara-Saudariku sekalian, bagaimana dengan Anda? Adakah halangan dari fisikmu? Ada cacat tertentu? Apakah tubuh Anda tak selengkap orang-orang lain pada umumnya? Anda tak bisa mencari nafkah untuk mencukupkan kebutuhan sendiri dan keluarga? Hari ini juga, marilah becermin dari Sang bisu penjual tahu!

Mengenang kembali masa itu, hati saya terenyuh. Ada kerinduan dalam hati untuk bertemu kembali dengan beliau. Tak tahu apakah beliau masih hidup di dunia ini ataukah tidak. Dari kejauhan penulis hanya bisa berucap: “Sang bisu penjual tahu, bagaimana kabarmu kini?” Jikalau Anda masih berada di bumi ini, semoga bisa mendengarnya. Andaikan keluarga bisa mendengarnya, biarlah mereka yang mewakili dirimu. Sekali lagi: Sang bisu penjual tahu, apa kabarmu sekarang?

2 replies on “Sang Bisu Penjual Tahu”

Tinggalkan Balasan