Andalan

Peduli, So What?

Oleh Hali

Kali ini kita hendak melihat Nehemia 1. Bacalah perikop ini paling sekali. Bila hendak membaca dua atau tiga kali akan lebih baik lagi.

Nehemia berada di Persia, dengan pekerjaan sebagai juru minuman raja. Sebagai seorang buangan, pekerjaan itu sangat prestisius. Jaminan hidup pastilah tidak kecil.

Seorang di antara sanak familinya datang dari Yehuda. Namanya adalah Hanani. Guna mengetahui kondisi orang-orang di sana, Nehemia mencari tahu dari Hanani.

Hanani menjawab dalam ayat 3. Kondisi di Yehuda dan Yerusalem amat memprihatinkan. Bukan hanya kerusakan, jaminan keamanan hidup sudah tak ada lagi.

Sesudah mengetahuinya, apakah yang dilakukan oleh Nehemia? Langsung bergerak? Membuat rencana? Inilah hal-hal penting yang hendak kita pelajari lewat perikop ini.

Menurut hemat saya, jawaban terletak pada ayat 4. Isi dari ayat ini amat berharga untuk menjadi perenungan kita bersama.

Nehemia menangis dan berkabung selama beberapa hari. Bukan itu saja, Nehemia juga berpuasa. Tak sampai di situ saja, tambahan lagi adalah berdoa. Sehingga, selain menangis dan berkabung, Nehemia juga berpuasa dan berdoa. Kepeduliaan Nehemia ditunjukkan dengan hal-hal ini.

Tatkala menghadapi kesulitan atau mendengar kesusahan orang-orang yang kita kasihi dan pedulikan, Sebagian orang yang peduli sering langsung bertindak ini dan itu. Sebagian orang lainnya, berpikir dan membuat rencana. Hal-hal ini bukanlah tidak baik adanya.

Akan tetapi, ada hal-hal esensial yang terkadang kita lupakan dan abaikan. Kepedulian kita hendaklah diwujudnyatakan dengan membawanya kepada Allah Semesta Alam. Inilah yang acapkali kita lupakan dan kita abaikan.

Bapak Ibu Saudara-Saudariku sekalian, kita perlu becermin dari Nehemia. Anda peduli, Anda kasihan, Anda prihatin atas hal-hal buruk yang menimpa orang-orang yang Anda kasihi? So What? Terlebih dahulu bawalah keprihatian dan kepedulian kita ke hadap Tuhan Semesta Alam! Nyatakan semua itu kepada Dia Yang Maha Berdaulat! Curahkanlah isi hatimu kepada Dia! Inilah langkah awal yang tepat dan benar.

Berpikir dan membuat rencana saja tak akan menghasilkan apa-apa. Langsung bergerak, didorong oleh kepedulian, tanpa rencana, juga kadang membahayakan sekali. Marilah kita mengawali kepedulian kita dengan membawanya ke hadapan Tuhan Semesta Alam! (TTH)

Iklan
Andalan

Nebu dan Yahweh

Oleh Hali

Kali ini kita sampai pada kitab Daniel pasal 1. Silahkan dibaca dua ayat awal saja, ayat 1 dan 2! Cobalah baca berulang-ulang paling sedikit tiga kali!

Sesudah membaca beberapa kali, penulis tidak tahu apa yang terpikir. Apakah Anda memikirkan Maharaja Nebukadnezar? Atau mata Anda tertuju ke Yoyakim? Mungkin ada pula Anda yang memperhatikan perkakas-perkakas di rumah Tuhan.

Dalam terjemahan bahasa Indonesia, Daniel 1:1-2 dibagi menjadi tiga kalimat. Ayat 1 hanya satu kalimat sementara ayat 2 terdiri dari dua kalimat.

Kalimat pertama, Nebukadnezar menjadi subjek utama. Raja Babilonia ini datang ke Yerusalem, pada tahun ketiga pemerintahan Yoyakim. Raja Nebukadnezar mengepung kota Yerusalem.

Kalimat kedua, Tuhan menyerahkan Yoyakim kepada Nebukadnezar. Selain itu, sebagian dari perkakas-perkakas juga diserahkan Tuhan kepadanya. Tokoh utama di sini jelas adalah Tuhan.

Kalimat ketiga, Nebukadnezar membawa perkakas-perkakas itu ke tanah Sinear. Barang-barang berharga itu dimasukkan ke dalam rumah dewanya. Di sini, tokoh utama adalah Nebukadnezar.

Bapak Ibu Saudara-Saudariku sekalian, siapakah pemeran dalam kedua ayat ini, dalam ketiga kalimat ini? Di satu pihak, subjek terletak pada diri Nebukadnezar. Di lain pihak, peran berada pada tangan Tuhan. Bagaimana persoalan ini dapat dijelaskan?

Marilah kita mencermati perkara ini bersama-sama! Raja Nebukadnezar menjadi pelaku. Dialah yang melaksanakan pengepungan. Dia berhasil mengalahkan Yoyakim. Dia pula yang membawa sebagian perkakas ke tanah Sinear.

Pada sisi lain, Yahweh yang menyerahkan Yerusalem. Yahweh menyerahkan sebagian perkakas itu. Yahweh yang berinisiatif dan memegang kendali atas semua itu.

Lantas kalau begitu, siapakah pelaku utama dalam ketiga kalimat ini? Yahweh ataukah Nebukadnezar?

Pada satu pihak, Manusia memimpikan. Manusia membuat perencanaan. Manusia bekerja keras untuk mewujudkan rencananya. Di pihak lain, Tuhan berkarya di belakang semua itu. Tak ada suatu pun terjadi tanpa diketahui dan direstui oleh-Nya.

Dalam kejadian ini, rencana dan serangan Babilonia diizinkan oleh Yahweh. Di balik semua rencana dan serangan dari Babilonia, Tuhan tetap memegang kendali. Dapat kita katakan bahwa Tuhan tetap berselancar dengan leluasa di atas gelombang lautan yang bergelora dan di antara kapal-kapal yang sedang berseliweran. (TTH)

Andalan

Memilih Pemimpin

Oleh Hali

Pada kesempatan kali ini, kita akan merenungkan catatan di dalam 1 Samuel 16:1-13. Ini menjadi dasar kita merenungkan dan merefleksi tentang tema memilih pemimpin.

Tahun ini 2023 dan tahun depan 2024 kita menyebutnya sebagai tahun politik. Bangsa Indonesia sedang siap-siap untuk menyongsong Pemilu Legislatif dan Pilpres pada Februari 2024. Sekarang sudah mulai terasa dan mendekati hari H atmosfernya akan semakin terasa panas.

Guna menyongsong Februari 2024, kita perlu merenungkan tentang pemimpin. Kali ini adalah pemimpin politik. Kita akan memilih seorang pemimpin bagi bangsa dan negara kita buat lima tahun ke depan. Seorang yang kita harapkan dapat membawa bumi Nusantara semakin maju. Selain itu, kita juga akan memilih orang-orang yang duduk dalam dewan legislatif. Orang-orang yang memikirkan dan bekerja bagi kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Perikop dalam 1 Samuel 16 memberikan kepada kita beberapa perenungan yang berharga. Siapa yang menentukan pemimpin di sini? Tuhan yang menentukan. Samuel diminta untuk mengurapi. Samuel juga didampingi orang-orang lain dalam pekasanaannya.

Tuhan menentukan pemimpin bagi setiap bangsa dan negara. Terkadang hal ini tidak kita sadari sama sekali. Apa yang kita lihat secara kasat mata adalah pemilihan umum. Begitu banyak partai politik bersaing. Orang-orang yang ikut serta dalam pencoblosan. Seolah-olah, pemimpin ditentukan oleh kertas suara. Di tengah-tengah semua hiruk-pikuk itu jangan kita melupakan bahwa Allah tetap berdaulat. Dia campur tangan atas segala sesuatu yang berlangsung di bawah kolong langit ini.

Siapa yang mengerjakan pelaksanaan pemilihan dan pelantikan? Samuel beserta orang-orang lain yang menyaksikan kejadian tersebut. Samuel hampir saja terkecoh dengan penampilan luar. Tuhan segera mengingatkannya. Ayat 7 patut dicamkan oleh semua orang.

“Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Tuhan; Manusia melihat apa yang di depan mata, Tuhan melihat hati.” Kalimat ini menyentak dan menyadarkan Samuel. Dia tidak lagi terkecoh.

Saudara-Saudariku sekalian, kita akan berpartisipasi dalam pemilu. Kita akan memasukkan pilihan dalam kotak suara. Marilah kita mengenali baik-baik dan benar sebelum menentukan pilihan, baik itu pemilu legislatif maupun Pilpres! Masing-masing kita bertanggung jawab untuk keberlangsungan bangsa dan negara ini paling sedikit buat lima tahun ke depan melalui partisipasi Anda dalam pemilu.

Marilah mempersiapkan diri Anda untuk menyongsong Februari 2024! Mulailah mempelajari dan mengenali secara benar dan tepat data-data yang terkait. Pada hari H nanti, masing-masing kita akan memasukkan lembar pilihan kita ke dalam kotak suara. (TTH)

Orang-orang bijaksana di Tiongkok pada masa silam pernah berkata: Kebajikan seorang pemimpin laksana angin, kebajikan rakyat laksana rumput, ke mana angin bertiup, ke situ rumput mengarah.

Andalan

Akar Kejahatan

Jikalau membaca perikop  yang satu ini, Anda bisa terkejut atau pun surprise. Coba buka 1 Timotius 6:1-10! kita menjumpai satu ayat hebat di situ.

Akar segala kejahatan adalah cinta uang. Lalu disambung lagi: Sebab oleh berburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa diri dengan berbagai-bagai duka.

Kita semua mendapatkan petunjuk yang jelas: mencintai uang merupakan akar dari segala kejahatan.

Dalam hidup sehari-hari, Anda bisa bertemu dengan orang seperti itu. Di pabrik ada orang seperti itu. Di kantor ada orang seperti itu. Di lingkungan tetangga pun ada orang seperti itu.

Mereka terus kerja, kerja dan kerja. Ini tentu berbeda dengan orang yang rajin bekerja. Ini juga berbeda dengan orang-orang yang sedang punya hutang dan sedang berusaha bekerja keras agar dapat segera melunasi hutang-hutangnya.

Ada pula orang yang didesak oleh kebutuhan tertentu, misalnya membiaya pengobatan anggota keluarga. Mereka perlu bekerja lebih, mencari uang lebih lagi. Mereka sedang menanggung beban untuk mendukung biaya berobat anggota keluarga. Ini tidaklah termasuk mencintai uang.

Mencintai uang akan menjadikan orang itu sebagai hamba uang. Artinya, uang menggendalikan orang itu. Sebaliknya, kita mesti menjadi tuan atas uang. Anda yang berkuasa atas uang. Jangan sampai uang yang berkuasa atas diri Anda!

Orang yang mencintai uang akan menyiksa diri dengan aneka duka: merusak kesehatan sendiri, tak punya waktu bersama keluarga dan teman. Orang yang mencintai uang juga bisa menyimpang dari iman: korupsi, kolusi, nepotisme. Segala cara dihalalkan untuk mendapatkan uang.

Kalaupun tidak KKN, jikalau tidak menyimpang dari iman, tetap saja orang bisa jatuh ke dalam perangkap mencintai uang.

Saudara-Saudariku sekalian, kita mulai mengerti sekarang dan sekarang waktunya bagi setiap kita perlu memeriksa diri kita sendiri. Apakah selama ini Anda telah mencintai uang? Apakah Anda sudah menjadi hamba uang?

Kita perlu mengubah konsep hidup. Kita harus menjadi tuan atas uang. kita bukan saja harus memeriksa cara kita bekerja untuk menghasilkan uang. Kita juga perlu untuk memeriksa bagaimana cara kita menggunakan uang. (TTH)

Andalan

Sarana Ibadah PL

Oleh Hali

Pada masa Perjanjian Lama, orang-orang telah mengenal sistem ibadah. Orang-orang Israel mendasari ibadah mereka pada sistem keimaman. Keimaman mulai diberlakukan Tuhan bagi umat Israel melalui Musa.
Dunia lebih mengenalnya sebagai Yudaisme. Ia menunjuk pada sistem keagamaan orang-orang Yahudi.
Hal ini dimulai dalam perjalanan penggembaraan. Umat Israel dipimpin keluar dari tanah perbudakan, Mesir. Kembara mereka menuju negeri perjanjian, Kanaan. Diberitahu pada mereka, Kanaan penuh dengan susu dan madu.
Di tengah perjalanan mereka itulah sistem keimaman ditegakkan. Sarana mereka berpusat pada Kemah Pertemuan atau Kemah Suci. Orang-orang hidup dalam kemah selama perjalanan kembara mereka. Di tengah-tengah seluruh kemah ada satu yang khusus. Disebut sebagai Kemah Pertemuan, lalu Kemah Suci. Kemah yang satu ini begitu istimewa. Ia terletak di tengah-tengah, dikelilingi oleh kemah-kemah lain.
Sesudah tiba di Kanaan, akhirnya umat Israel menetap. Menetap berarti tidak perlu lagi tinggal di dalam kemah. Mereka mulai membangun rumah. Rumah-rumah tinggal berdiri satu demi satu.
Kemah Pertemuan atau Kemah Suci tidak lagi relevan. Perlu dibangun gedung yang permanen. Daud mempunyai visi dan misi untuk membangun rumah Allah. Kerinduan itu tak diperkenankan oleh Tuhan. Anaknya Salomo diberi kesempatan untuk membangun gedung permanen itu. Inilah yang kemudian hari akan disebut Bait Allah atau Bait Suci.
Sesudah asyik beribadah di Bait Allah, umat Israel mulai terlena. Hidup semerawut. Hedonism dan konsumerisme merajalela. Firman dan aturan hidup yang telah diberikan Allah dibengkalaikan. Bangsa dan kerajaan ini menuju keruntuhan.
Israel terpecah atas utara dan selatan. Bagian Utara dijajah dan terbuang ke Asyur pada tahun 722 SM. Bagian Selatan tak kalah rusak lalu dibuang ke Babilonia pada tahun 586 SM.
Di tanah asing, sebagian dari mereka sadar akan hidup mereka yang bobrok. Sebagian dari mereka rindu untuk berbalik kepada Allah. Tanpa Kemah Suci, mereka juga tak punya Bait Suci atau Bait Allah.
Di negeri asing, umat Israel mulai mendirikan Sinagoge. Dalam jumlah kecil, sekitar sepuluh keluarga, mereka berkumpul setiap hari Sabat. Di dalam Sinagogelah umat Israel mulai beribadah kembali.
Mereka mendirikan rumah ibadah yang sederhana. Dalam tempat sederhana ini ibadah berlangsung. Tak hanya ibadah, aktifitas lain pun dilaksanakan. Ada pendidikan, pengadilan sederhana, belajar kitab suci dan pertemuan lain.
Terkadang kemegahan rumah ibadah meninabobokan umat. Hakekat ibadah disingkirkan, diganti dengan ritual glamor yang menghibur para peserta. Dalam kondisi ini, tak jarang rumah ibadah akan ditinggalkan atau bahkan dihancurkan. Barulah para peserta ibadah akan tersentak, sadar dan berbalik ke jalan yang benar. (TTH)

Andalan

Perbuatan dan Iman

Oleh Hali

Kekristenan amat menekankan iman. Hal ini berlandaskan firman Tuhan yang ditulis oleh rasul Paulus dalam kitab Roma. Kitab Roma mengutamakan iman, pertobatan dan kelahiran kembali. Beberapa tokoh reformasi gereja mendapatkan jawaban atas pencarian hidup mereka di dalam kitab Roma.

Bagaimana dengan kitab Yakobus? Tampak jelas Yakobus sangat menegaskan perbuatan. Apabila kita memperhatikan Yakobus 2:14-26, hal ini kentara sekali. Keseluruhan kitab Yakobus, dari pasal 1 sampai 5, pun menjelaskan keutamaan perbuatan.

Judul tulisan kita kali ini meletakkan perbuatan di depan dan iman di belakang. Selama ini Kekristenan senantiasi menempatkan iman lebih awal dari perbuatan. Lantas bagaimanakah seharusnya kita memahami kenyataan tersebut?

Dua contoh diketengahkan Yakobus bagi pembaca-pembacanya. Pertama, Abraham. Beliau disebut Sahabat Allah dan seringpula dijuluki bapa orang beriman. Akan tetapi, justru di sini, Abraham ditampilkan lewat perbuatannya tatkala mempersembahkan Ishak. Kedua, Rahab. Tokoh ini hanya muncul dalam Yosua 2. Dia tampil dalam rangka menolong dua pengintai yang diutus oleh Yosua ke kota Yerikho. Baik Abraham dan Rahab menjadi contoh dari perbuatan mereka yang mencerminkan iman mereka.

Saudara-Saudariku sekalian, iman dan perbuatan hendaklah selaras. Perbuatan dan iman mestilah selaras. Jikalau tidak, iman kita hanya kosong dan mati. Secara tak langsung Yakobus mendoron kita untuk hidup dengan iman yang berisi dan hidup. Itulah yang dapat terlihat lewat perbuatan-perbuatan kita.

Perbuatan (baik) tidak berperan dalam anugerah keselamatan. Pahala dan jasa manusia yang paling mulia sekali pun tetap tak memadai untuk menebus dosa kita. Pengorbanan Yesus Kristus yang menebus dosa manusia. Kita menerima anugerah keselamatan itu melalui iman kepada kebenaran Allah dan menyerahan hidup kita kepada-Nya. Itulah iman dan perbuatan kita di hadapan-Nya.

Anda boleh menggambil sebuah koin mata uang mana pun. Terdapat dua sisi pada koin tersebut. Begitulah gambaran iman dan perbuatan di hadapan Allah. Kedua-dua sisi mesti ada, baik iman maupun perbuatan.

Bapak Ibu dan Saudara-Saudariku sekalian, marilah kita menghidupi iman kita melalui perbuatan. Lewat perbuatanlah, orang-orang akan tahu bahwa Anda memiliki iman. Ini bukan buat pamer diri di hadapan manusia. Hal ini kita jalani dalam hidup sehari-hari kita secara lumrah dan wajar, benar seturut kebenaran firman Allah. (TTH)

Sarana Ibadah PL

Oleh Hali

Pada masa Perjanjian Lama, orang-orang telah mengenal sistem ibadah. Orang-orang Israel mendasari ibadah mereka pada sistem keimaman. Keimaman mulai diberlakukan Tuhan bagi umat Israel melalui Musa.

Dunia lebih mengenalnya sebagai Yudaisme. Ia menunjuk pada sistem keagamaan orang-orang Yahudi.

Hal ini dimulai dalam perjalanan penggembaraan. Umat Israel dipimpin keluar dari tanah perbudakan, Mesir. Kembara mereka menuju negeri perjanjian, Kanaan. Diberitahu pada mereka, Kanaan penuh dengan susu dan madu.

Di tengah perjalanan mereka itulah sistem keimaman ditegakkan. Sarana mereka berpusat pada Kemah Pertemuan atau Kemah Suci. Orang-orang hidup dalam kemah selama perjalanan kembara mereka. Di tengah-tengah seluruh kemah ada satu yang khusus. Disebut sebagai Kemah Pertemuan, lalu Kemah Suci. Kemah yang satu ini begitu istimewa. Ia terletak di tengah-tengah, dikelilingi oleh kemah-kemah lain.

Sesudah tiba di Kanaan, akhirnya umat Israel menetap. Menetap berarti tidak perlu lagi tinggal di dalam kemah. Mereka mulai membangun rumah. Rumah-rumah tinggal berdiri satu demi satu.

Kemah Pertemuan atau Kemah Suci tidak lagi relevan. Perlu dibangun gedung yang permanen. Daud mempunyai visi dan misi untuk membangun rumah Allah. Kerinduan itu tak diperkenankan oleh Tuhan. Anaknya Salomo diberi kesempatan untuk membangun gedung permanen itu. Inilah yang kemudian hari akan disebut Bait Allah atau Bait Suci.

Sesudah asyik beribadah di Bait Allah, umat Israel mulai terlena. Hidup semerawut. Hedonism dan konsumerisme merajalela. Firman dan aturan hidup yang telah diberikan Allah dibengkalaikan. Bangsa dan kerajaan ini menuju keruntuhan.

Israel terpecah atas utara dan selatan. Bagian Utara dijajah dan terbuang ke Asyur pada tahun 722 SM. Bagian Selatan tak kalah rusak lalu dibuang ke Babilonia pada tahun 586 SM.

Di tanah asing, sebagian dari mereka sadar akan hidup mereka yang bobrok. Sebagian dari mereka rindu untuk berbalik kepada Allah. Tanpa Kemah Suci, mereka juga tak punya Bait Suci atau Bait Allah.

Di negeri asing, umat Israel mulai mendirikan Sinagoge. Dalam jumlah kecil, sekitar sepuluh keluarga, mereka berkumpul setiap hari Sabat. Di dalam Sinagogelah umat Israel mulai beribadah kembali.

Mereka mendirikan rumah ibadah yang sederhana. Dalam tempat sederhana ini ibadah berlangsung. Tak hanya ibadah, aktifitas lain pun dilaksanakan. Ada pendidikan, pengadilan sederhana, belajar kitab suci dan pertemuan lain.

Terkadang kemegahan rumah ibadah meninabobokan umat. Hakekat ibadah disingkirkan, diganti dengan ritual glamor yang menghibur para peserta. Dalam kondisi ini, tak jarang rumah ibadah akan ditinggalkan atau bahkan dihancurkan. Barulah para peserta ibadah akan tersentak, sadar dan berbalik ke jalan yang benar. (TTH)

%d blogger menyukai ini: